Jika ingin memasang IKLAN di Blog ini bisa Hub : 085693505299


MINAT !! SIKAT !!!

SELAMAT DATANG DI BLOG CALISTUNG PEMBELAJARAN , SEMOGA APA YANG DI BERIKAN CALISTUNG PEMBELAJARAN INI BISA BERMANFAAT...AMIIIN

Pages

Anjuran Menikah dan Syarat Menikah

Ayo Belajar !!


A. Anjuran Menikah

Pernikahan adalah sunnatullah yang berlaku umum bagi semua makhlukNya. Al – qur’an menyebutkan dalam Q.S. Adz-Zariyah / 51:49
“ Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang – pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”
Allah SWT mensyariatkan pernikahan sebagaimana difirmankan dalam Q.S. An-Nahl/16:72.

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزْوَاجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ - 16:72
Artinya :

“Allah menjadikan dari kamu istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dan istri – istri kamu itu anak – anak dan cucu – cucu dan memberimu rezeki dari yang baik – baik . Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah.”

Ayat tersebut menguatkan rangsangan bagi orang yang merasa belum sanggup , agar tidak khawatir karena belum cukup biaya , karena dengan pernikahan yang benar dan ikhlas , Allah SWT akan melapangkan rezeki yang baik dan halal untuk hidup berumah rangga , sebagaimana dijanjikan Allah SWT dalam firman-Nya :
“Dan kawinlah orang – orang yang sendirian di antara kamu , dan orang – orang yang layak (berkawin) dari hamba – hamba sahayamu yang lelaki dan hamba – hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah SWT akan memampukan mereka dengan karunia-Nya dan Allah SWT Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Q.S. An – Nur/24:32).

Rasulullah juga banyak yang menganjurkan kepada para remaja yang sudah mampu untuk segera menikah agar kondisi jiwanya lebih sehat , seperti dalam hadis berikut.

“Wahai para pemuda! Siapa saja di antara kalian yang sudah mampu maka menikahlah , karena pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Jika belum mampu maka berpuasalah , karena berpuasa dapat menjadi benteng (dari gejolak nafsu)”. (HR. Al – Bukhari dan Muslim(.

B. Ketentuan Pernikahan dalam Islam 

PENGERTIAN NIKAH
Nikah menurut bahasa berarti menghimpun atau mengumpulkan. Pengertian nikah menurut istilah adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim sebagai suami istri dengan tujuan membina suatu rumah tangga yang bahagia berdasarkan tuntunan Allah Swt. 
Pengertian pernikahan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974 tentang Perkawinan, perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pernikahan sama artinya dengan perkawinan Allah SWT berfirman :
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak – hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita – wanita (lain) yang kamu senangi : dua , tiga , atau empat . Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil , maka (kawinilah) seorang saja , atau budak – budak yang kamu miliki , tang demekian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (Q.S. An-Nisa/4:3).

2. Tujuan Pernikahan

Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2. Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan. 
Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pem-bentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih
menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum
(puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.”[1]


Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat berikut:

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zhalim.” [Al-Baqarah : 229]
Yakni, keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah ‘Azza wa Jalla. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah ‘Azza wa Jalla. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah, lanjutan ayat di atas:

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

“Kemudian jika dia (suami) menceraikannya (setelah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas isteri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.” [Al-Baqarah : 230]
Jadi, tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, yaitu harus kafa-ah dan shalihah.


4. Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah SWT

Rasulullah bersabda :
“ Jika kalian bersetubuh dengan istri – istri kalian termasuk sedekan!” mendengar sabda  Rasulullah para sahabat keheranan dan bertanya : “ Wahai Rasulullah , seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapatkan paha;a?” Nabi Muhammad Saw. menjawab , “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya , bukankah bereka berdoa?” Jawab para sahabat , “Ya , benar.” Beliau bersabda lagi, “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (ditempat yang halal) mereka akan memperoleh pahala.!”(HR.Muslim)
Untuk mendapatkan keturunan yang salih
Allah SWT berfirman :
“Allah telah menjadikan dari diri – diri kamu itu psangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri – istrimu itu anak – anak dan cucu – cucu , dan memberimu rezeki yang baik – baik. Maka nengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah ?” (Q.s An – Nahl/16/72)


3. Hukum Pernikahan

Dalam kehidupan sehari-hari manusia sudah diatur oleh hukum baik itu hukum negara, hukum agama maupun hukum adat, semuanya sudah diatur sedemikian mungkin. Didalam hal perkawinan juga telah diatur menurut agamanya masing-masing, agama manapun telah mengatur hukum tentang perkawinan.
Tentang hukum melakukan perkawinan Ibnu Rusyd menjelaskan : segolongan Fuqoha, yakni jumhur (Mayoritas Ulama) berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Sunnah. Golongan Zhahiriah berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Wajib, sementara itu para ulam malikiyah mutakhirin berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Wajib untuk sebagian orang, Sunnah untuk sebagian orang, dan Mubah untuk segolongan lainnya. Semua pendapat-pendapatan diatas berdasarkan pada kepentingan kemaslahatan dan pendapat-pendapat diatas juga sudah mempunyai alasan-alasan. Namun Ibnu Rusyd menambahkan bahwa perbedaan pendapat ini disebabkan adanya penafsiran apa bentuk kalimat perintah dalam ayat dan hadits yang berkenaan dengan masalah ini, haruskah diartikan Wajib, Sunnah, ataukah Mubah ?.  Sesuai dengan firman Allah Swt yang menyatakan :
“…Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak bisa berlaku adil maka kawinilah satu saja ”.

(QS. An-Nisa’  : 3). (Drs. H.M. Rifai, 1978 : 454 ).

“ Dan kawinilah orang-orang yang sendirian (janda) diantaramu, dan hamba sahaya laki-laki dan  hamba-hamba sahayamu yang perempuan”.
(Q.S. An-Nur : 32). (Drs. H.M. Rifai, 1978 : 454)

Hadits tentang penikahan adalah :

“Kawinlah kamu, karena sesungguhnya dengan kamu kawin, aku akan berlomba-lomba dengan umat-umat yang lain”. (Al-Baihaqi : 1229).


suatu perkawinan itu dapat dikenakan hukum Wajib, Sunnah, Haram, makruh ataupun Mubah   (Sayyid Sabiq 6, 1996 : 22). Terlepas dari pendapat para Imam / Madzhab diatas yang berbeda pendapat didalam mendefinisikan dan menafsirkan arti perkawianan. Berdasarkan Al-qur’an dan As-sunnah, islam sangat menganjurkan kepada kaum muslimin yang mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun demikian kalau dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan perkawinan serta tujuan dari perkawinan, maka melaksanakan 

1.   Pernikahan hukumnya Wajib

Bagi orang yang sudah mampu untuk melangsungkan perkawinan, namun nafsunya sudah mendesak dan takut terjerumus dalam perzinaan wajiblah bagi dia untuk kawin, sedangkan untuk itu tidak dapat dilakukan dengan baik kecuali dengan jalan kawin.
Kata Qurtuby :
Orang bujang yang sudah mampu kawin dan takut dirinya dan agamanya jadi rusak, sedang tidak ada jalan untuk menyelamatkan diri kecuali dengan kawin, maka tidak ada perselisihan pendapat tentang wajibnya dia kawin. Allah berfirman :
“ Hendaklah orang-orang yang tidak mampu kawin menjaga dirinya sehingga nanti Allah mencukupkan mereka dengan karunia-Nya,” (QS. An-Nuur : 33).
“Dari Abdullah bin Mas’ud. Ia berkata : telah bersabda Rasulullah saw, kepada kami : hai golongan orang-orang muda! Siapa-siapa dari kamu mampu berkawin, hendaklah dia berkawin, karena yang demikian lebih menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan, dan barang siapa tidak mampu, maka hendaklah ia bersaum, karena ia itu pengebiri bagimu”.(Ibnu Hajar Al-Asqalani, A Hassan, 2002 : 431).

2.   Perkawinan hukumnya Sunnah

adapun bagi orang-orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu kawin, tetapi masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina, maka sunnahlah ia kawin. Kawin baginya lebih utama dari bertekun diri dalam ibadah, karena menjalankan hidup sebagai pendeta sedikitpun tidak dibenarkan islam. Thabrani meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqash bahwa Rasulullah bersabda :
“ Sesungguhnya Allah menggantikan cara kependetaan dengan cara yang lurus lagi ramah (kawin) kepada kita”. (Sayyid Sabiq 6, 1996 : 23).

3.   Perkawinan hukumnya Haram

Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah lahir dan batin kepada istrinya serta nafsunyapun tidak mendesak, haramlah ia kawin. Qurthuby berkata : “Bila seorang laki-laki sadar tidak mampu membelanjai istrinya atau membayar maharnya atau memenuhi hak-hak istrinya, maka tidaklah boleh ia kawin, sebelum ia terus terang menjelaskan keadaannya kepada istrinya atau sampai datang saatnya ia mampu memenuhi hak-hak istrinya. Allah berfirman :
“…Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan dengan tanganmu sendiri…” (QS. Al-Baqarah : 195). (Al-qur’an dan terjemahan, Departemen Agama RI, 2002 : 36)

4.   Perkawinan hukumnya Makruh

Makruh kawin bagi seorang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi belanja istrinya, walaupun tidak merugikan istri, karena ia kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat. Juga makruh hukumnya jika karena lemah syahwat itu ia berhenti dari melakukan sesuatu ibadah atau menuntut sesuatu ilmu.

5.   Perkawinan hukumnya Mubah

Bagi laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera kawin atau karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk kawin, maka hukumnya mubah.

4. Orang – orang yang halal dan yang haram dinikahi

Yang Halal dan Yang Haram Dinikahi Menurut Agama 
yang halal (boleh) untuk dinikahi adalah : 1. Anak tante kita (sepupu) 2. Anak tiri kita yang ibunya telah kita ceraikan 3. Cucu perempuan kita (Bukan cucu kandung) 4. Istri anak angkat dan anak tiri kita 5. Anak angkat kita 6. Anak perempuan ibu yang menyusui kita yang tidak menyusu pada ibunya (anak angkat yang menyusu pada ibu kandung) 7. dan tentu saja orang lain sedangkan yang haram (tidak boleh) untuk dinikahi dalam islam ialah: 1. Ibu kita 2. Anak perempuan kita 3. Saudara kita yang perempuan 4. Tante kita dari pihak bapak (saudara bapak yang perempuan) 5. Tante kita dari pihak ibu (saudara ibu yang perempuan) 6. Keponakan kita yang perempuan dari sodara laki kita 7. Keponakan kita yang perempuan dari sodara perempuan kita 8. Ibu yang menyusui kita 9. Saudara perempuan sepersusuan 10. Mertua perempuan kita 11. Anak tiri kita yang ibunya belum kita ceraikan 12. Menantu
5. Rukun dan syarat pernikahan
Jumhur ‘Ulama’ sepakat bahwa Rukun  perkawinan  terdiri atas :

1.  Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan  perkawinan.
2.  Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.

Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkannya, berdasarkan sabda Nabi SAW :


اَيُّمَا امْرَأَةٍ نِكَحَتْ بِغَيْرِ اِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَا حُهَا بَاطِلٌ (اخرجه الاربعة الا للنسائ)

Perempuan mana saja yang menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya batal

Dalam hadis lain Nabi SAW bersabda:


لاَ تُزَوِّجِ الْمَرْاءَةَ وَلَا تُزَوِّجِ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا ( رواه ابن ماجه و دار قطنى)

Janganlah seseorang perempuan menikahkan perempuan lainnya, dan janganlah seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri.[1]


3. Adanya dua orang saksi.

Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang saksi yang menyaksiakan akad nikah tersebut, berdasarkan Hadis Nabi SAW:

لَا نِكَاحَ اِلِّا بِوَلِيِّ وَشَاهِدَى عَدْلٍ (رواه احمد)

4. Shighat akad nikah,

      yaitu Ijab Qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki[2].
Maksud ijab dalam akad nikah seperti ijab dalam berbagai transaksi lain, yaitu pernyataan yang keluar dari salah satu pihak yang mengadakan akad atau transaksi, baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan adanya keinginan terjadinya akad, baik salah satunya dari pihak suami atau dari pihak istri. Sedangkan Qabul adalah pernyataan yang datang dari pihak kedua baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan persetujuan ridhanya.[3]


Syarat Nikah Untuk Mempelai Pria

  1. Memeluk agama islam
  2. Laki-laki yang tertentu
  3. Bukan Lelaki Mahram Dengan Calon Isti ( masih saudara kandung )
  4. Calon mempelai Pria Mengatahui Wali nikah asli yang akan menjadi wali di pernikahan
  5. Tidak dalam Ihram umrah atau haji
  6. Menikah dengan kerelaan/kemauan sendiri bukan dengan paksaan
  7. Tidak memiliki 4 (empat) orang istri pada waktu menikah
  8. Mengetahui perempuan yang akan dijadikan dinikahi dan dijadikan istri


Syarat Untuk Mempelai Wanita
  1. Memeluk agama islam
  2. Wanita yang tertentu
  3. Bukan wanita mahram dengan calon suami (saudara kandung calon suami)
  4. Wanita bukan seorang kuntsa ( menyukai sesama jenis )
  5. Tidak dalam Ihram umrah atau haji
  6. Calon mempelai wanita tidak boleh didalam Iddah
  7. Tidak berposisi sebagai istri orang


Syarat Wali Nikah

  1. islam (bukanlah seoarnag yang kafir )
  2. Wali Nikah laki-laki bukan wanita
  3. Sudah Baligh
  4. Menjadi wali dengan kerelaan sendiri bukan dengan paksaan
  5. Tidak dalam ihram umroh atau haji
  6. Tidak Gila atau cacat fikiran, sudah terlalu tua sehingga sulit berfikir
  7. Sudah Merdeka





Syarat Saksi Nikah

  1. Saksi harus berjumlah sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
  2. Memeluk Ajaran Agama Islam
  3. Memiliki Akal Yang Sehat
  4. Sudah Baligh
  5. Berjenis Kelamin Laki-laki
  6. Sudah memahami sepenuhnya kandungan yang ada dalam Ijab dan juga Qobul
  7. Saksi Harus bisa melihat, berbicara, dan juga mendengar
  8. Adil ( Bukanlah orang yang melakukan dosa besar dan juga melakukan berbagai macam dosa kecil)
  9. Sudah Merdeka


Syarat Ijab Nikah

  1. Pernikahan Yang akan dilakukan ini harus pernikahan yang tepat
  2. Tidak boleh merubah atau menggunakan perkataan yang dikarang sendiri
  3. Ijab harus diucapkan oleh wali atau wakil yang ada dalam pernikahan
  4. Ijab tidak boleh diikatkan dalam jangka waktu tertentu atau nikah kontrak ( contoh pernikahan ini sah dalam jangka waktu sekian sekian )
  5. Ijab Tidak boleh memiliki persyaratan ketika ijab ini di lafazkan


Syarat Qobul

  1. Perkataan Qobul haruslah sesuai dengan ucapan ijab
  2. Tidak mengandung kata-kata sindiran
  3. Diucapkan oleh calon suami atau wakilnya ( jika benar-benar calon suami tidak bisa berbicara atau yang lain )
  4.  Tidak Dikaitkan dalam waktu tertentu atau nikah kontrak (mutaah)
  5. Tidak memiliki persyaratan pada saat Qobul diucapkan
  6. Harus Menyebutkan Nama Calon istinya






*-*

Saya sangat mengapreasikan segala kunjungan , komentar dan kritik pembaca ke Blog CALISTUNG PEMBELAJARAN. Semua itu telah membuat blog Calistung Pembelajaran menjadi lebih baik. Saya mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam tulisan dan berinteraksi.
Semoga bermanfaat.


*Salam Pendidikan*
*Melakukan sesuatu harus didasari dengan ikhlas*

0 Response to "Anjuran Menikah dan Syarat Menikah"

Posting Komentar